Rabu, 16 Maret 2016

LIKA-LIKU KEHIDUPANKU BERWIRASWASTA

Sama seperti lulusan sarjana perguruan tinggi pada umumnya, tentu saya memiliki keinginan untuk segera memperoleh pekerjaan. Cita-cita saya ingin menjadi pegawai di bidang sumber daya manusia, baik sebagai rekruter, trainer, atau konsultan industri. Indeks Prestasi Cum Laude, lulus dengan tepat waktu, kaya pengalaman berorganisasi, menjadi modal yang cukup, menurut saya, untuk melamar pekerjaan di perusahaan-perusahaan bonafit.

Harapan dan keinginan tinggallah impian semata. Empat tahun melamar di berbagai perusahaan tidak membuahkan hasil yang signifikan. Menambah titel Magister Psikologi Industri dan Organisasi pun hanya sekedar menaikkan gengsi pribadi. Pengalaman kerja dan ketrampilan saya masih dianggap belum mencukupi kualifikasi yang dipersyaratkan oleh semua perusahaan.

Menganggur terlalu lama membuat hidup saya seakan tidak berguna dan tidak berarti sama sekali. Sampai pada akhirnya ada keputusan, ya saya harus segera berwiraswasta dengan keahlian minimalis saya di dunia kuliner. Kakak alumni De Britto angkatan 67, Al. Sunaryo, turut memberikan dukungan kepada saya bahwa De Britto sejati itu yang dapat bekerja mandiri. Waktu terus bergulir, usia terus bertambah, tanggung jawab semakin berat hingga akhirnya pada bulan Desember 2007, saya dan calon istri memutuskan untuk  menikah saja agar bisa segera bekerja sama berwiraswasta membuka rumah makan sederhana.

Usaha pertama yang kami rintis ialah warung soto sapi di daerah Papringan. “Warung Soto Sapi dan Sup Buah Raos Ayem Berdiri Sejak 2008” adalah tagline usaha kami yang tertera di spanduk dan banner. Kami menyewa kios berukuran 4 x 4 m di Jalan Petung, Papringan. Lama usaha ini hanya bertahan tujuh bulan karena beratnya menutup biaya sewa ruko per bulan. Kami memutuskan mencari tempat baru dan berpindah usaha di Resto PKL Mrican. Menu pun kami kembangkan dengan menambah varian masakan oriental. Hasil jerih payah kami di Resto PKL Mrican dapat kami kembangkan di tahun 2009 dengan membuka usaha baru yakni Toko Aradea. Toko kami menjual usaha sembako dan aneka kebutuhan hidup sehari-hari. Masa kontrak kami selama dua tahun di Resto PKL Mrican terpaksa tidak bisa diperpanjang karena pemilik kios berkeputusan untuk membuka usaha sendiri di tempat itu.
 Warung Soto Sapi Raos Ayem pertama kali buka di Jalan Papringan, 24 Januari 2008


Raos Ayem buka di Resto PKL Mrican sekitar bulan Juli 2008

September 2010 menjadi awal tempat baru  dan usaha kami di Sidoarum Jalan Godean. Resto Raos Ayem tetap menyajikan menu oriental dan menghapus menu soto sapi. Melayani segmen pasar yang baru menambah tantangan bagi kami. Sayang, permasalahan klasik di bidang kuliner jualah yang menutup usaha kami ini pada tahun 2014. Bergonta ganti karyawan pada awal mulanya kami anggap hal yang biasa hingga akhirnya sampai 6 bulan lebih kami benar-benar kesulitan memperoleh karyawan. Kami bekerja hanya berdua, dengan kondisi istri tengah hamil, tanpa dibantu seorang karyawan pun. Istri yang melahirkan menjadi antiklimaks bagi usaha kami. Ya, Raos Ayem harus tutup! Tidak ada karyawan, tidak ada baby sitter benar-benar membuat kami kesulitan untuk kembali meneruskan Raos Ayem.

Raos Ayem kembali berpindah lokasi di Sidoarum pada tanggal 10 September 2010

Memiliki anak dengan kondisi keuangan yang hanya mengandalkan usaha toko kelontong di rumah tentu saja memaksa saya harus segera memperoleh penghasilan tambahan tanpa bergantung kepada karyawan. Melamar di perusahaan sudah pasti kalah dengan fresh graduate masa kini yang jauh lebih terampil. Saya pun memutuskan bekerja sebagai tenaga pemasaran di Prudential. Bisa bekerja mandiri dan memperoleh komisi yang cukup besar menjadi tantangan dalam kehidupan saya.

Lagi-lagi kuasa Tuhan mengharuskan saya untuk kembali mempelajari pekerjaan yang baru. Setelah ibu meninggal pada bulan Oktober 2015, otomatis tidak ada lagi penerus usaha batik beliau di Pasar Beringharjo. Dengan keputusan bulat dan permufakatan bersama saudara-saudaraku sebagai ahli waris ibu, maka saya dan istri melanjutkan usaha batik almarhumah ibu. Kios batik peninggalan ibu bernama Batik Daradasih, berada di Los 3 sisi utara Pasar Beringharjo. Batik bukan barang asing bagi kami, tapi menjual batik adalah pengalaman yang benar-benar baru.

Bernegosiasi harga dengan supplier, adu alot tawar menawar harga dengan pembeli, hingga beradaptasi dengan suasana pasar yang panas, sumpek, dan kios yang sempit menjadi "makanan" baru kami. Tapi saya sungguh bersyukur bahwa Tuhan tetap memberikan kami pekerjaan untuk dapat bertahan hidup, sementara banyak orang kesusahan memperoleh pekerjaan. Akhirnya, saya terus memohon kepada Tuhan agar bisnis sebagai agen Prudential tetap bisa berjalan sambil menjalankan usaha Batik Daradasih. Tuhan sudah mempercayakan banyak jenis usaha dan bisnis kepada saya dan keluarga. Dan dalam beberapa waktu ke depan, kami akan berupaya menghidupkan kembali Raos Ayem di tempat tinggal kami, Tegal Lempuyangan. Semoga pekerjaan kami senantiasa diridhoi-Nya. Amin.